Manusia
mempunyai pembawaan naluri untuk berkembang dan perkembangannya itu sangat
dipengaruhi oleh lingkungan di mana ia berada, yang dimaksud dalam hal ini
lingkungan pondok pesantren. Di dalam lingkungan pondok pesantren yang memegang
peranan penting yang sekaligus sebagai pengasuh dan pendidik.
Mengingat
peranan kiai yang sangat penting, maka
harus menjadi teladan bagi
santri. Di samping itu kiai juga merupakan sentral figur bagi santri dalam
lingkungan pesantren. Kiai dalam mengasuh dan
mendidik para santri santrinya harus mengetahui/mempunyai metode yang
tepat terutama dalam rangka pembentukan al-khlak al-karimah santri. Adapun
metode yang dipandang tepat dalam pembentukan al-akhlak al-karimah melalui
metode keteladanan, sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Abdullah Nasih
Ulwan:
“Keteladanan dalam pendidikan adalah metode influentif yang
meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk anak (santri) dalam moral, spiritual dan
sosial. Hal ini contoh terbaik dalam pandangan anak yang akan ditirunya dalam
tindak tanduknya dan tata santunnya. Disadari atau tidak, bahkan tercetak dalam
jiwa dan perasaan suatu gambaran pendidik tertentu baik dalam ucapan ataupun
perbuatan, baik material maupun spiritual, diketahui ataupun tidak diketahui”.[1]
Dari statemen
di atas masalah keteladanan menjadi faktor yang paling dominan dalam membentuk baik buruknya akhlak santri (anak).
Ada
peribahasa: “Guru kencing berdiri murid kencing berlari”[2], artinya; Guru
hendaknya memberi contoh atau teladan yang baik, supaya muridnya baik juga”. Menurut Ilmu Jiwa anak, hal tersebut
memang dapat diterima oleh akal, karena santri/anak/murid cenderung meniru
tingkah laku orang tua, guru dan kiai, apa yang dapat diamati anak (santri) akan ditirunya, hal ini terjadi
karena kepribadiannya yang masih labil, apalagi bagi anak yang ingin
mengidentifikasi dirinya dengan orang yang dihormatinya. Sesuai pula dengan
ajaran Islam bahwa dakwah Islamiah jaman Rasulullah saw dahulu 75 % dengan teladan;
contoh perbuatan yang baik dan 25 % dengan pidato atau amanah.[3]
Dari
uraian di atas dapat kita lihat bahwa keteladanan itu juga pernah dicontohkan
oleh Rasulullah saw dalam mendidik sanak kerabat, sahabat serta pengikutnya.
Kiai
sebagai “Waratsat al-Anbiya’” pewaris
para Nabi di samping memberi teladan juga harus memperhatikan pendalaman agama
bagi para santrinya. Karena pendidikan agama itu sangat terkait dengan
pendidikan akhlak dan budi pekerti. Setiap kiai atau pendidik pasti ingin
mendidik santri/peserta didiknya menjadi
orang yang baik. Kurangnya perhatian dapat mengakibatkan hal-hal yang tidak
diinginkan pada diri santri.
[1] Abdullah Nasih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam Jilid 2,
CV. Asy-Syifa’, Semarang 1991, hlm. 2.
[2] R. Wahyu Nugroho, “ ” Abdullah, 1000
Peribahasa Indonesia dan Peribahasa Inggris”, Penerbit Indah, Surabaya,
1985,hlm58..
[3] Umar Hasyim, “Cara Mendidik Anak dalam Islam
Anak Sholeh Seri 2”, Bina Ilmu, Surabaya, 1985, hlm. 158.
0 Komentar